Advertisers' Info



Pasar usia produktif Indonesia akan terus berkembang hingga 2025- kenapa?  Karena Indonesia tidak seperti Cina yang memiliki one-child policy. Pasar barang dan jasa untuk konsumen usia produktif di Indonesia sangat potensial
Fauzi Ichsan, ekonom. 




Sebagai media komunitas, Sunday dirancang untuk berputar di dalam hidup seorang pelajar- hadir di sekolahnya maupun di tempat-tempat yang ia kunjungi di akhir pekan. 


Di DKI Jakarta terdapat 115 Sekolah Menengah Atas Negeri dan 60 Sekolah Menengah Kejuruan Negeri yang dikelola oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001 (data: Wikipedia 2012). Kami membidik pasar spesifik di wilayah Kelapa Gading untuk tahap awal, namun kami juga memiliki visi untuk mengembangkan daya jangkau Sunday ke Sunter, Pulomas, Kayu Putih dan sekitarnya karena karakter demografisnya yang potensial.

Kelapa Gading belasan tahun lalu masih merupakan daerah sepi dengan rawa-rawa dan kebun kangkung bertebaran. Kini ia telah menjadi pusat gaya hidup kuliner dan pemukiman yang padat, dengan sekolah-sekolah bermunculan di sana-sini. Kehadiran sekolah datang bersamaan dengan kehadiran fasilitas pendukung seperti toko peralatan sekolah, bimbingan belajar, dll. Kecenderungan serupa kami amati juga di dearah sekitar Kelapa Gading seperti Kayu Putih, Pulomas, dll. 

Gaya hidup pelajar di kawasan-kawasan ini memiliki karakter yang berbeda dengan misalnya, pelajar di kawasan Jakarta Selatan. Cenderung lebih kompetitif dan disiplin, Sunday mempersiapkan diri sebagai media yang tepat untuk mendampingi gaya hidup mereka dan menjadi panduan mempersiapkan masa depan dan gaya hidup yang seimbang.
 




Baru-baru ini kami bertemu dengan seorang teman lama, remaja yang baru memasuki jenjang SMU.
“Ada berapa murid sih, di kelasmu?”
“Yah sekitar 40an, Kak.”
“Se-angkatan ada berapa kelas?”
“A sampai F.”

Bayangkan.
Itu baru SMU kelas 1. Masih ada dua angkatan lagi.
Itu baru satu sekolah. Ada berapa sekolah di Kelapa Gading?

Dan yang terpenting…

Ada berapa pasang mata yang melihat majalah ini???









SUNDAY: A BUSINESS PLAN

Seorang dosen saya pernah berkata bahwa pada dasarnya media-media cetak yang sehat dapat hidup semata dari hasil iklannya. Kalau begitu, mengapa sampai hari ini mayoritas majalah di Indonesia masih memakai sistem berbayar?

Jawabannya adalah: untuk segmenting.

Kita tahu bahwa majalah yang dijual seharga Rp 90.000 per edisi memiliki segmen yang berbeda dari majalah yang dijual Rp 25.000 per edisi. Pricing pada majalah lebih berguna untuk memberitahukan pada publik bahwa majalah x adalah media eksklusif untuk SES (Socioeconomic Status) A, sedangkan majalah y ditujukan untuk pembaca dari segmen SES C. Majalah tipe ini dapat kita lihat melimpah memenuhi rak toko buku, masing-masing berjuang merebut perhatian pembeli dengan dengan model cover, bonus dan headline paling sensasional. 

Dan layaknya sebuah kompetisi, selalu ada yang kalah. Tahun 2010 ke 2011 kita menyaksikan beberapa majalah dari grup penerbit besar, menutup produksinya. Selalu ada risiko majalah semacam ini tidak terbaca. Tidak terbeli. Di-retur toko buku atau dilebur.   

Inilah sebabnya konsep majalah gratis atau free magazine mulai berkembang di Indonesia, khususnya di kota besar seperti Jakarta. Era internet, perkembangan teknologi dan komunikasi telah mengubah pola pikir kita. Kekuatan komunitas berkembang. Masyarakat merasa tidak harus membayar untuk mendapat informasi. 

Di sinilah free magazine merebut perhatian. Bermain di komunitas, media jenis ini secara spesifik memenuhi kebutuhan informasi pasarnya, dan yang terpenting, media jenis ini memiliki captive market alias pasar yang terkunci. Mereka pasti membacanya, karena media ini didapat langsung di pusat komunitas mereka, media ini menyangkut kehidupan mereka, media ini bicara mengenai hal yang biasa mereka bicarakan dengan rekan sekomunitasnya dan yang terpenting… media ini gratis! 




Technical Details 

Ukuran: 23.8 cm x 18.1 cm 
Cover: Kartutik
Halaman dalam: HVS 80 gr
Format: full color
Finishing: steples
Total halaman: 24

Seperti yang telah disinggung di awal, Sunday hadir dengan gaya yang berbeda dari majalah remaja lainnya yang menonjolkan glossy paper dan shocking color. Sunday ditandai dengan nuansa warna yang lebih subtle, bermain banyak white space plus karakteristik indie-vintage yang menonjol. Seorang pakar pemasaran pernah berkata, bahwa dalam bisnis yang dibutuhkan tidak selalu untuk menjadi yang terbaik, melainkan yang dibutuhkan adalah menjadi yang paling berbeda. Sunday mencoba menarik pasar dengan tampilan yang berbeda (tetapi kami juga berusaha menjadi yang terbaik, kok!).



0 comments:

Dí lo que piensas...