Tahun
1950an…
TV diprediksi akan membunuh
majalah.
Tahun
1980an…
TV kabel diprediksi akan
membunuh majalah.
Awal
Tahun 1990an…
CD-ROM diprediksi akan
membunuh majalah.
Akhir
Tahun 1990an…
Internet diprediksi akan
membunuh majalah.
lagi-lagi
majalah???
Kemunculan teknologi
komunikasi baru dalam dunia kita selalu diiringi dengan ramalan kematian
majalah- sebuah tipe media yang tergolong uzur di usia yang menginjak 3000
tahun. Nyatanya hingga hari ini semua itu belum terjadi. (Magazine from Cover
to Cover - Sammye Johnson & Patricia Prijatel)
Di Indonesia sendiri, kehadiran
majalah tidak terlepaskan dari keseharian masyarakat. Menurut Data Pers
Nasional 2011 yang dirilis oleh Dewan Pers, total media cetak bulanan yang ada
di Indonesia saat ini mencapai 357- dengan konsentrasi terbesar di Jakarta (237
terbitan). Industri majalah di Indonesia terus menggeliat dan berkembang, di
luar segala isu mengenai akan matinya industri terbitan cetak karena digerus
teknologi.
Saat membandingkan majalah dengan TV, presenter CNN
Bernard Shaw berkata “75 persen masyarakat mendapatkan informasi dari
televisi. Itu artinya mereka kekurangan
info. Anda harus membaca koran, majalah, buku. Esensi jurnalisme ada dalam
kata-kata yang dicetak” (Findling & Thackeray, 1996: 135).
Marshall McLuhan menggolongkan media cetak seperti
majalah ke dalam kategori ‘hot media’
karena menuntut keterlibatan intim pembacanya dengan derajat konsentrasi yang
tinggi-sedangkan media elektronik seperti TV atau radio ia golongkan dalam ‘cool media.’ Tidak seperti radio dan TV,
saat membaca majalah kita tidak bisa memecah konsentrasi dan melakukan kegiatan
besar lainnya seperti mengerjakan PR atau memasak. Majalah sendiri menjadi
salah satu favorit pengiklan karena mereka dapat menyasar segmen pasar yang
lebih pasti di majalah, dibandingkan di TV yang sangat umum khayalaknya.
Masih ada beberapa alasan lagi kenapa majalah masih
berhasil menjaga eksistensinya hingga hari ini:
· Jumlah informasi yang diberikan lebih besar
dibanding radio/televisi
· Informasinya dapat dibaca kapan saja, tidak dibatasi prime time
·
Karena berbentuk cetak, orang masih membutuhkannya
untuk dijadikan bahan acuan/referensi untuk disimpan
·
Penyajian lebih dalam (in-depth), karena jangkauan
periode terbitnya lebih lama dibanding surat kabar (mingguan, dwi mingguan,
bulanan)
·
Nilai aktualitas lebih lama
Berbagai
alternatif elektronik tidak akan menggantikan majalah fisik. Kita bisa berendam
dan mendaki gunung membawa majalah- tanpa perlu baterai maupun listrik.
“Magazines
are lively and engaging societal resources, affecting the world around them
and, in turn, being affected themselves by that world.” (Magazine from Cover to
Cover - Sammye Johnson & Patricia Prijatel)
0 comments:
Dí lo que piensas...