Sunday, March 9, 2014

EONA: Punggawa Naga Terakhir

Sudah baca resensi EON di Sunday edisi Maret? Inilah sneak peek mengenai kelanjutan novel fantasi tersebut, EONA, oleh Shirley Widjaja dari SMA Marie Joseph.



Judul : Eona, Punggawa Naga Terakhir
Pengarang : Alison Goodman
Penerbit : Mizan Fantasy
Tanggal terbit : Juli - 2012
Tebal buku : 672 halaman


Eon adalah buku pertama dari seri ini yang telah saya rekomendasikan sebelumnya. Buku kedua tidak lagi saya rekomendasikan karena saya rasa novel Eona ini sudah menjadi buku yang wajib dibaca setelah selesai membaca Eon.

Kekaguman kepada Goodman masih sangat terasa saat saya menulis resensi ini. Sebuah negeri imajinasi yang diciptakan Goodman karena terinspirasi oleh sejarah dan kebudayaan Cina dan Jepang membuat cerita ini terasa berbeda. Fakta bahwa Goodman sendiri adalah kaukasia membuat saya menjadi semakin penasaran pada novel ini.

Sekilas mengenai buku pertama-- Eona adalah seorang remaja perempuan yang telah menyamar menjadi anak laki – laki bernama Eon sejak umur 12 tahun demi mencalonkan diri sebagai kandidat Punggawa Naga Tikus. Ia telah dipilih oleh Sang Naga Kembar sendiri menjadi Sang Punggawa Naga Kembar yang bangkit setelah menghilang selama 500 tahun lebih. Akan tetapi, keadaan istana semakin kacau sehingga Eon merasa tertekan dan pada akhirnya High Lord Sethon melakukan pemberontakan.

Di akhir cerita buku pertama, Eon sudah bukan Eon lagi, melainkan Eona. Ketika Eon menyerahkan jati diri laki–lakinya dan menjadi Eona seutuhnya merupakan salah satu scene yang tak terlupakan bagi saya. Buku kedua dibuka oleh Eona dan kedua sahabatnya yang telah bergabung dengan pasukan pemberontak. Seiring dengan rencana pemberontakan melawan Sethon, kisah cinta segitiga telah terajut antara Eona, Pangeran Kygo, dan Lord Ido (Punggawa Naga Tikus). Porsi kisah cinta yang disuguhkan Goodman ini terasa cukup pas bagi saya.

Kygo dan Eona memiliki kisah romansa yang wajar biasa terjadi antara wanita dan pria. Kygo(18 tahun) dan Eona(16 tahun) memiliki persamaan, yaitu sama – sama harus menanggung beban dan tanggung jawab yang berat walaupun masih di usia yang belia. Sedangkan Ido(24 tahun) yang terkesan bad boy juga memiliki persamaan, yaitu sama – sama punggawa naga tapi Ido lebih serakah akan kekuatan. Bagaimanapun, saya lebih menyukai karakter Ido daripada Kygo karena Ido lebih berambisi dan arogan, membuatnya lebih menarik. Tapi tetap saja saya lebih mendukung Kygo Eona’ Love Story. Karakter Eona sendiri tidak jauh berbeda dengan remaja biasanya. Dia suka melakukan sesuatu tanpa berpikir terlebih dahulu sehingga tak jarang harus menerima konsekuensi yang menyakitkan. Tapi menurut saya karakter Eona ini sangat wajar terjadi karena ia masih berumur 16 tahun.

Secara keseluruhan, karakter – karakter dalam novel Eona terasa lebih mendalam dan nyata dibanding Eon. Eona memiliki sad dan happy ending bersamaan. Sad ending karena ada salah satu karakter favorit saya yang terbunuh dan happy ending karena sesuai dengan yang saya harapkan. Yang membuat saya sedikit kecewa adalah tidak ada epilog padahal bagian itu yang sangat saya harapkan ketika hampir selesai membaca buku. Dan sama seperti Eon, Eona memiliki cover yang menarik dan keren.

Di resensi Eon, saya bertanya – tanya “Jadi siapa sih tokoh antagonisnya?”. Awalnya saya berpikir bahwa itu adalah Sethon, paman Pangeran Kygo yang merebut tahta Kygo. Tapi Sethon dan Kygo adalah anak selir dan mereka memiliki hak yang sama dalam pewarisan tahta. Lalu saya berpikir bahwa itu Ido, malahan sampai terpikir oleh saya bahwa tokoh antagonisnya adalah Kygo dan bahkan Eona sendiri. Tapi semua kandidat antagonis tersebut saya tepiskan, karena setelah saya menyelesaikan Eona, saya menyadari sesuatu bahwa “tidak ada tokoh antagonis dan protagonis dalam cerita ini”. Kenapa? Karena semua orang menginginkan kekuatan dan kekuasaan yang lebih. Dan itu adalah sifat dasar manusia. Tetapi, antara Eona dan Ido, Eona lebih dapat mengendalikan sifat keserakahannya tapi bagi saya itu tetap tidak membuat Eona menjadi tokoh protagonisnya. Jadi kesimpulannya adalah dalam sebuah cerita tidak harus ada tokoh antagonis, protagonis, dan tritagonis. Dalam menentukan siapa yang jahat dan siapa yang baik tergantung dari cara pandang masing – masing pembaca.

Cerita yang penuh imajinasi ini terus membuat saya bertanya, berpikir, dan belajar . . .

0 comments:

Dí lo que piensas...